“We Are Valentine” (All cast of sayap series)

Televisi ruang tengah rumah Ion menyala. Ion dan Wilga datang lagi ke Indonesia saat liburan semesternya. Mereka berempat berkumpul lagi, di sini. Di depan sebuah televisi layar datar sambil bercengkrama dengan pasangan masing-masing. Vino menekan-nekan remote TV sesekali untuk mengganti channel, tatapan matanya fokus ke arah televisi walau dia tahu kalau cowok di sebelahnya selalu menatapnya sejak tadi sambil tersenyum. Egi tak bosan-bosannya tersenyum, memperhatikan wajah cuek Vino yang sangat dia puja. Vino sesekali menoleh ke arahnya dan mendengus sambil mengisyaratkan Egi untuk menatap TV, bukan dirinya. Tapi Egi cuek dan menggeleng sambil tersenyum dan tak jemu menatap wajah Vino.

“Jangan ngelitain gue!” Vino protes, sesekali menutup wajah Egi dengan tangannya. Egi terkekeh dan menarik tangan Vino lalu mengecupnya sayang. Vino melotot kesal dan memukul kepala Egi dengan bantal sofa.

Sementara itu, Wilga dan Ion asyik dengan aktivitas mereka. Ion tidur di pangkuan Wilga sementara tangan Wilga mengelus dan menepuk-nepuk kepalanya. Tangan Ion asyik menekan-nekan layar touchscreen HPnya sambi berceloteh seperti biasanya.

“Angry bird… Hua.. Hua… Nih, rasain! Rasain!” mulut Ion berucap riang sambil sesekali tangannya menarik burung warna-warni untuk melompat ke arah kotak-kotak di seberang.

“Asyik, ya maennya sampe aku dicuekin?” Wilga pura-pura kesal. Ion mengalihkan tatapannya lalu memandang wajah Wilga yang sedang cemberut. Ion mengerjap imut, lalu dalam sekejap tangannya menarik tengkuk Wilga dan… CUP! Untuk pertama kalinya Ion mengecup bibir Wilga. Untuk pertama kalinya dia berani berbuat seperti itu! Wilga shock. Walau hanya beberapa detik bibir Ion menempel di bibirnya, namun kesadarannya serasa hilang. Ini pasti mimpi! Mimpi!

“Wilga nggak marah lagi, kan…?” Ion tersenyum lalu berganti duduk di pangkuannya dan menatapnya. Wilga menahan nafas sambil meneguk ludahnya kasar. Ion-nya sangat pemberani hari ini. Wilga mati-matian menahan sesuatu yang mulai terasa sesak di sana.

“Kamu.. Kamu kenapa hari ini jadi…” Wilga gugup. Ion memiringkan wajahnya sambil mengerucutkan bibirnya.

“Wilga nggak suka, ya…?” ekspresi Ion berubah jadi sedih. Wilga menggeleng kencang, lalu menarik tubuh Ion untuk semakin mendekatkan tubuh mereka.

“Ion kenapa hari ini beda, hum…? Apa Ion bikin salah?” Wilga tersenyum lembut sambil mengelus pipi Ion. Mati-matian dia menahan hasratnya untuk menyerang Ion. Dia sadar ada Egi dan Vino di sana. Ion menggeleng.

“Wilga lupa, ya.. Ntar lagi kan hari valentine, Wilga kan nggak suka coklat.. Jadi Ion nggak mau ngasih Wilga coklat. Wilga mau yang laen?” mata Ion mengerjapu lucu. Wilga bergidik ngeri. Ngeri karena gemas dan sesuatu yang membuatnya panas.

“Aku nggak butuh apa-apa, Sayang..! Aku cuma butuh kamu…” Wilga mengecup pipi Ion lembut, sementara Vino yang sejak tadi menguping pembicaraan mereka berdua langsung menoleh galak ke arah Wilga. Sifat posesifnya sebagai kakak muncul lagi. Egi menggenggam tangan Vino, seolah berkata abaikan saja mereka. Tapi Vino yang terlanjur gemas dengan perlakuan Wilga pada adik sepupunya balas meremas tangan Egi. Hal itu sukses membuat Egi tersenyum senang karena menganggap Vino menyambut genggaman tangannya.

“Ah, iya…! Kalau kak Vino maunya kasih hadiah apa buat kak Egi?” Ion menoleh ke arah Vino yang sedang menatap tajam ke arah mereka. Vino terlonjak, melirik Egi sekilas, melepaskan genggaman tangan Egi dan menggeleng kencang.

“Kakak nggak ikut acara gituan, Ion..” Vino menjawab judes. Egi menatapnya dengan raut sedih. Vino menghela nafas saat melihat ekspresi menggebu Ion berubah menjadi ekspresi kecewa.

“Padahal Ion pengen bikinin kak Egi cokelat. Ah, Ion punya ide…! Kak Vino, ayo ikut Ion bentar…!” Ion melompat dari pangkuan Wilga dan langsung menarik tangan Vino. Vino melongo dan hanya mengikuti arah tarikan Ion. Mereka sampai di kamar mereka dan Ion langsung mengunci pintunya.

“Ada apaan, sih Ion?” Vino bertanya kesal. Ion menatap Vino dengan tatapan merajuknya.

“Aku mau nanya sama kak Vino. Wilga kan nggak suka coklat, nih kak.. Trus pas valentine ntar gimana kalau Ion kasih dia kado yang laen aja, ya…! Menurut kakak gimana?” Ion bertanya cepat. Vino menghembuskan nafasnya kesal dan langsung melayangkan jitakannya ke kepala Ion.

“Jangan narik kakak cuma gara-gara pertanyaan ini, Ion..!”

“Aduh, sakit kak Vino…!” Ion mengusap-usap kepalanya. Vino balas melotot menatapnya.

“Pokoknya jangan tanya kakak kalau masalah itu!”

“Kakak nggak mau kasih hadiah buat kak Egi?”

“Ngapain? Dia siapa kakak?”

“Tapi…”

“Kasih sayang kan nggak harus ditunjukin pas hari valentine doang, Ion..! Masih ada hari lain, kenapa kamu harus ribet hari ginian, sih?”

“Tapi kan.. kan…”

“Kakak nggak mau ikutan, jadi kalau Ion mau kasih hadiah apalah itu, kakak nggak mau tahu!” Vino menggeleng tegas sementara Ion mengerucutkan bibirnya kesal. Namun sesaat dia tersenyum senang. Bukan hanya tersenyum, melainkan sudah tertawa senang sambil melompat riang dan memeluk Vino. Vino meronta dan protes dengan sikap Ion yang tiba-tiba.

“Ion punya ide bagus!!” dia tersenyum sambil menampakkan gigi kelinci dan lesung pipitnya lalu beranjak keluar kamar. Saat Wilga dan Egi menatapnya dengan pandangan ingin tahu, Ion sudah pergi ke luar rumah. Entah pergi kemana….

***

Ion mengerjap-ngerjapkan matanya, memandang gulungan benang berwarna-warni yang tersusun rapi di rak etalase toko benang. Bibirnya mengerucut imut, sesekali tangannya menggaruk belakang kepalanya dengan bingung. Tak heran kalau pengunjung toko itu mulai memperhatikannya. Ion memang menarik perhatian. Tidak hanya jaket yang terlalu besar di badannya itu yang jadi perhatian orang-orang, tapi juga wajahnya. Gigi gingsulnya, lesung pipinya, mata polosnya, tubuh mungilnya, hingga…

“Iya, dek.. Ada yang bisa dibantu?” tiba-tiba seorang cowok sudah menghampirinya. Ion menoleh dan memandang pegawai toko itu dengan tatapan malu. Malu karena dia masih bingung apa yang mau dia beli.

“Eng.. Ion mau beli benang rajut. Sekalian sama jarum rajutnya, juga sama jarum jahit…” akhirnya setelah lumayan lama berpikir sambil sesekali terkekeh dan menatap cowok penjaga toko itu, Ion memutuskan.

“Mau yang warna apa?”

“Eng… hitam sama putih, deh kak… Beli benang sulamnya sekalian yang warna abu-abu..” Ion mengangguk yakin. Hitam dan putih adalah warna favorit Wilga.

“Mau bikin prakarya, ya dek..? Kelas berapa?” pertanyaan cowok usia dua puluhan penjaga toko itu membuat Ion sontak cemberut seketika. Namun daripada menjawab pertanyaan cowok itu, Ion lebih memilih untuk sibuk dengan memperhatikan pernak-pernik di etalase yang lain. Saat benang, jarum rajut dan benang jahit itu sudah masuk dalam kantong belanjaannya, Ion segera pergi. Yosh, hari ini dia harus mulai mempersiapkan hadiah untuk Wilga. Hadiah apa itu?

Sebenarnya Ion pernah belajar membuat sebuah topi rajut saat pelajaran prakarya waktu masih SMP dulu. Dia mati-matian belajar, dan hasilnya juga lumayan bagus. Bahkan dia mendapat nilai tertinggi di kelasnya waktu itu. Topi rajut itu nantinya akan dia sulam dengan tulisan nama Wilga di atasnya. Dia terkikik geli saat berniat menambahkan gambar hati di sebelah namanya. Namun sayangnya dia ingat kalau itu pasti akan membuat Wilga malu. Wilga pasti akan memakainya kalau dia keluar malam, jadi mau tidak mau agar tidak terlihat norak Ion mengurungkan niatnya.

“Halo.. Gilang dimana?” Ion menekan-nekan HPnya dan menelpon seseorang di sana.

“Di kontrakan, Ion…” sebuah suara cewek menyahut di sana. Ion tersenyum lebar. Pokoknya dia harus merahasiakan rencananya ini dari Wilga agar jadi kejutan.

“Ion nginep sana ya malam ini…!”

“Eh…? Tumben banget! Kalau aku diomelin sama si Vino gimana?”

“Kak Vino biar Ion yang urus, deh! Gilang tinggal sediakan tempat tidur sama makanan aja buat Ion…”

“Bayar, ya..! Semalam lima puluh ribu…”

“Gilang matre!” Ion tertawa geli. Gurauan teman dekatnya sejak SD itu membuatnya rindu. Dia melangkah cepat, berlari ke arah tukang ojek dan menyebutkan sebuah alamat. Ion pergi ke kontrakan cewek bernama Gilang itu.

“Gilaaaaaannnnggg…..!” Ion merentangkan tangannya saat seorang cewek membuka pintu kontrakannya. Cewek itu menatap Ion sambil cengar-cengir, sementara bajunya berantakan dan rambutnya tergulung seperti biasanya. “Gilang belum mandi, ya…?” Ion masuk ke dalam kontrakan Gilang dan mulai mengobrak-abrik isi lemarinya.

“Mau ngerajut lagi? Buat siapa?” Gilang mengambil beberapa keripik di tangannya dan memasukkan keripik itu ke dalam mulutnya.

“Buat Wilga…”

“Cowok yang fotonya pernah kamu kirim via email itu, kan?”

“Iya, jadi.. kalau kak Vino telpon Gilang nanti tolong bilang ya kalau Ion butuh tempat buat ngerajut…” Ion menatap Gilang dengan pandangan memelas. Gilang angkat bahu lalu menepuk-nepuk kepala Ion.

“Semangat, deh..! Semoga jadi sebelum tanggal 14…”

Saat Gilang sudah kembali dengan aktivitasnya, Ion mulai bekerja dengan benang rajut di tangannya. Dia tersenyum lalu mulai sibuk dengan aktivitasnya. Berkali-kali Vino menelponnya, namun Gilang yang mengangkat telpon itu. Awalnya Vino protes, namun Gilang berhasil merayu Vino hingga keduanya asyik mengobrol berdua sambil tertawa kencang. Ion sesekali tersenyum saat mendengar celoteh Gilang dan Vino di telepon. Terkadang dia harus meringis karena tangannya tertusuk jarum jahit berkali-kali. Begitulah, Ion menginap di kontrakan Gilang malam itu.

***

Ion pulang pagi harinya dari kontrakan Gilang. Wilga langsung muncul di balik pintu saat mendengar suara Ion di luar rumah. Wajah Wilga kusut, dan sepertinya dia tidak tidur semalaman. Ion sudah berpesan agar Vino menyampaikan pesannya kalau dia menginap di kontrakan teman. Ah, sepertinya Vino sengaja tidak memberitahukan pesan itu pada Wilga!

“Ion darimana? Kenapa baru pulang…?” suara Wilga terdengar serak. Wilga menatap Ion cemas. Ion menggeleng sambil tersenyum.

“Ion ketemu sama temen lama, jadinya ngobrol dulu. Karena udah malam, akhirnya Ion sengaja nginap di tempat dia…”

“Kenapa Ion nggak nelpon? Aku kan bisa jemput…”

“Tapi Ion pengen nginap, Wilga…”

“Dia temen Ion? Temen lama?”

“Iya, temen deket pas SD. Temen deket Ion kalau misalnya Ion lagi digangguin sama cowok-cowok jahil…”

“Kenalin aku sama dia…”

Ion terdiam. Kalau Wilga kenal Gilang, itu artinya Wilga akan tahu kontrakannya, lalu Wilga akan mengetahui rencananya. Tidak, tidak… kalau rencana ini tidak berhasil bagaimana? Tidak!

“Dia sibuk, Wilga…” Ion beralasan. Memang benar, Gilang memang sibuk. Dia sibuk dengan berbagai urusannya di dunia maya dan juga hobi isengnya.

“Ion bohongin Wilga..?” Wilga menatap curiga. Ion mengalihkan tatapannya dan akhirnya melarikan diri dari interogasi Wilga.

Begitulah… Ion mulai gemar keluar rumah untuk pergi ke kontrakan Gilang. Semua barang-barangnya dia letakkan di sana. Selain itu, Gilang juga jarang pulang ke kontrakannya. Dia lebih sering menginap di markas organisasinya di kampus. Jadi kontrakan itu kini sepenuhnya berada di tangan Ion. Wilga mulai curiga karena Ion selalu melarikan diri darinya. Ada yang aneh dengan Ion belakangan ini. Jari-jarinya diplester, sering pulang larut malam, lingkaran mata mulai menghitam dan terlihat jelas, dan keanehan lainnya.

Sementara itu Vino yang tahu segala hal yang disembunyikan Ion dari Wilga hanya cuek-cuek saja. Dia masih menertawakan kebodohan Ion yang mati-matian berusaha untuk memberikan hadiah untuk Wilga. Vino tidak peduli dengan valentine atau apalah itu! Dia hanya menggeleng heran saat melihat jari-jari Ion yang diplester seperti itu demi membuat sesuatu untuk Wilga. Anehnya, tiba-tiba Vino merasa terusik.

“Kok akhir-akhir ini Ion sering pergi pagi dan pulang malam? Emangnya Ion kerja?” suara Egi terdengar di belakangnya. Vino menoleh dan angkat bahu. Saat melihat Egi sudah berpakaian rapi plus jaket kesayangannya, Vino menatap Egi penasaran.

“Mau kemana?”

“Mau beli senar gitar bentar… Kamu nggak titip apa-apa?” Egi tersenyum sambil menawarkan. Vino menggeleng sekilas, namun saat melihat jaket yang sering dipakai Egi yang sudah kusam itu, Vino mulai terganggu.

“Bisa nggak loe ganti jaket? Loe nggak punya jaket laen, apa? Kan punya banyak, tuh…”

Egi menunduk lalu menatap jaketnya sekilas. Dia tersenyum lembut lalu menggeleng perlahan.

“Inget, nggak kalau jaket ini sangat berharga buat aku?”

“Gue nggak lihat filosofi di balik itu, jadi gue masih belum paham kenapa jaket yang udah kusam itu berharga buat loe…”

“Pertama kalinya aku ketemu kamu di kamar asrama, aku pake jaket ini. Aku keluar sama kamu waktu itu juga pake jaket ini. Pas ke makam waktu itu juga…. Ini jaket kesayanganku, terlalu berharga untuk jadi pengingatku kalau kita pernah punya kenangan bareng…” jawaban Egi membuat hati Vino mencelos seketika. Ada rasa haru yang luar biasa saat mendengar Egi begitu mengingat setiap momen yang mereka jalani berdua, sementara Vino tidak terlalu peduli akan Egi. Egi tersenyum lagi, lalu perlahan mengecup pipi Vino sekilas lalu berkata dengan lembut. “Aku berangkat dulu, ya…”

Kini tinggal Vino yang masih terdiam di tempatnya. Namun kesadarannya kembali. Dia berlari ke kamarnya, mengambil dompetnya, lalu mengambil motornya. Dia harus memberikan jaket baru untuk Egi, karena kalau terlalu lama dipakai jaket itu akan rusak dan kenangan bersama Vino juga akan hilang. Tidak, tidak boleh! Vino tersenyum merutuki kekonyolannya sendiri. Yang jelas, hanya satu yang terpikir oleh Vino saat ini : Membelikan Egi jaket baru dan memuseumkan jaket kusamnya!

***

14 Februari.

Seminggu belakangan ini baik Ion dan Vino sama-sama menyibukkan dirinya. Ion sibuk dengan topi rajutnya, sedangkan Vino sibuk dengan kata-kata apa yang harus dia ucapkan pada Egi. Akhirnya saat tanggal 14 Februari tiba, Ion dan Vino memberi mereka kejutan di pagi hari. Ion dan Vino sengaja bangun lebih awal dan menghilang. Akhirnya pagi itu Wilga dan Egi panik saat mendapati cowok kesayangan mereka menghilang tanpa jejak. Mereka sibuk mencari, menelpon, namun tak ada respon. Hingga akhirnya Ion muncul lalu melompat ke punggung Wilga. Di belakangnya ada Vino yang membawa sebuah kue tart. Kue itu Vino buat sendiri, tentu saja bukan kue cokelat karena Wilga tidak suka cokelat.

Wilga kaget namun balas memeluk Ion, sementara Egi masih melongo melihat Vino juga tergabung dalam kejutan ini. Dia tidak menyangka kalau Vino yang super cuek ini mau bekerja sama menyusun kejutan kecil namun indah ini.

“Selama ini Ion kemana aja…? Kangen…” Wilga memeluk Ion dan langsung menggendongnya. Ion memekik, lalu mengalungkan tangannya.

“Ion buat ini…” Ion mengulurkan sebuah bungkusan kado pada Wilga. Wilga tersenyum haru.

“Ini maen drama-dramaan, nih?” suara jutek Vino membuyarkan acara mesra Ion dan Wilga itu. Mereka akhirnya duduk di meja makan dengan kue tart blueberry di tengah-tengah mereka.

“Kak Egi.. kak Egi…! Yang bikin kue itu sebenernya kak Vino, lho..! Kak Vino kan tahu kalau kak Egi suka blueberry, makanya kak Vino keukeh bikinnya buat kak Egi…” suara cablak Ion sukses membuat Vino melotot kesal dan malu.

“Ini.. ini beneran kamu yang bikin…?” Egi menatap Vino heran sekaligus senang.

“Pasti rasanya nggak enak, udah deh kita makan yang laen aja..! Ini nggak usah dimakan…” begitu tangan Vino meraih kue tart blueberry di depannya, tangan Egi reflek menahannya.

“Ini hari paling indah yang pernah aku alami…” suara Egi bergetar, apalagi saat butiran air mata sudah mengalir di kedua matanya. Egi langsung memeluk erat Vino, sementara Wilga dan Ion sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing sambil sesekali menatap mereka berdua sambil tersenyum lucu.

“Awalnya aku curiga kamu selingkuh, lho..!” Wilga merajuk. “Kamu nyembunyiin orang itu dari aku. Siapa sih dia?” Wilga bertanya kesal, namun bibirnya tersenyum saat memakai topi rajut pemberian Ion.

“Gilang? Kan Ion udah bilang, Wilga.. Dia itu temen SD dulu. Kak Vino juga kenal dia, kok… Dia cewek, sih walau namanya Gilang..”

“Dia cewek?”

“Iya, bahkan kemaren kita bertiga belanja bareng buat beli bahan-bahan kue…”

“Makasih, ya Sayang…! Aku tahu kamu bikin ini sendiri, kan? Aku suka banget! Ini bakalan jadi barang kesayanganku mulai sekarang…” Wilga mengecup singkat kening Ion. Ion mengangguk cepat dan menunjukkan jari-jarinya yang sudah tidak diplester. “Masih sakit, ya…? Sini.. Sini…” Wilga meraih jari-jari Ion dan mengecupnya perlahan. Ion terkekeh geli. Bibir Wilga juga mengecup lembut bibir Ion. Wilga masih berencana memperdalam ciumannya kalau saja dia tak mendengar sesuatu…

“Ini buat loe…” suara Vino perlahan terdengar. Ion dan Wilga terdiam seketika. Wilga menatap Ion dengan pandangan ingin tahu, namun Ion hanya tersenyum sambil mengangkat bahu. Kini Ion dan Wilga menatap Vino dan Egi yang masih dalam suasana canggung itu. Vino mengeluarkan sebuah bungkusan dan menyerahkannya pada Egi. Egi menerima hadiah itu dengan wajah penasaran. “Sebenernya gue nggak pengen ngerayain hari ginian, tapi karena gue lihat sesuatu yang bikin gue risih akhirnya mau nggak mau gue pas-in aja momennya sama kasih ini..”

Mata Egi terpaku pada sebuah jaket di tangannya. Tidak, kini dalam dekapannya. Jaket dari orang yang sangat dia cintai. Apalagi saat sebuah kertas dalam saku jaket itu. Sebuah kertas yang bertuliskan : Ini jaket baru! Ganti jaket jadul dan kusam itu sama ini! Museumkan biar awet tuh jaket..!

Sebuah tulisan yang kasar, namun entah mengapa ada rasa sayang dalam tulisan itu. Egi tersenyum lalu memeluk Vino erat. Bukan hanya memeluk, karena sedetik kemudian Egi sudah mengecup kening, mata, pipi, rahang, hidung dan bibir Vino berkali-kali. Sementara itu, dua pasang mata milih Wilga dan Ion menatap mereka dengan ekspresi bengong. Bahkan Wilga sudah menutup mata Ion, melarangnya melihat adegan itu walau Wilga pernah melakukannya pada Ion.

“Kak Vino, kan yang romantis-romantisan itu harusnya Ion sama Wilgaaaaa…! Kenapa kalian yang pamer…?” Ion protes sambil menjerit kesal. Wilga yang sedang menutup matanya akhirnya ganti menutup mulutnya. Egi dan Vino reflek melepaskan diri. Egi menghentikan kecupan bertubi-tubinya, sementara wajah Vino sudah memerah. Ion mau tak mau terkikik geli karena berhasil menggoda kakak sepupu cueknya yang satu itu.

Satu tart blueberry di meja, dua pasang kekasih dengan cinta di antara mereka. Inilah arti kasih sayang! That is their valentine day!

END – the real ending

Leave a comment